Dialog Reje Linge, Dorong Generasi Muda Mengaplikasikan Sejarah Melalui Pementasan

Author

Waktu Baca 4 Menit

Dialog Reje Linge, Dorong Generasi Muda Mengaplikasikan Sejarah Melalui Pementasan
Berlangsungnya Dialog Reje Linge di Museum Aceh, Sabtu (9/12/2023). (Foto: Readers.id/Junaidi)

BANDA ACEH, READERS – Focus Group Diskusi (FGD) atau Dialog "Reje Linge-The Lost of Kingdom" mengangkat dan mengupas awal adanya sejarah Kerajaan Linge dari berbagai sudut pandang. Dialog yang berlangsung di Museum Aceh, Sabtu (9/12/2023), menghadirkan beberapa pemateri berkompenten.

Munawir Arloti SHi mengupas soal kehadiran berdirinya Kerajaan Linge di Dataran Tinggi Gayo dan juga mengaitkannya dengan situs Loyang Mendale di Kebayakan, Aceh Tengah.

“Sejak 8000 tahun yang lalu, orang Gayo sudah ada di didataran tinggi Gayo,” kata Munawir.

“Tahun 1025 M, merupakan tahun dimana ada sebutan nama Reje Linge, adalah awal berdirinya Kerajaan Islam Linge, dengan rajanya Adi Genali,” kata Munawir.

Adi Genali, lanjutnya, adalah sebutan untuk Raja Gayo. Dia punya nama lahir lain, ada yang menyebut raja pertama Reje Linge, Jasimin, Ahmad Syarif.

“Tapi Adi Genali itu adalah sebutan untuk Raja Gayo, Adi berarti mulia dan agung dan Genali adalah pemimpin,” jelas Munawir.

Pemateri lainnya Dr Salman Yoga S SAg MA, mengupas soal fragmen-fragmen (penggalan-penggalan sejarah) perjalanan Reje Linge.

Pertama, ia menyampaikan soal hikayat Perang Sabi yang ternyata dalam tulisan itu menyebutkan adanya Kerajaan Linge yang hanyut ke Linge dengan tempurung buah labu.

Kemudian ia menjelaskan soal peran meurah dalam Kerajaan Linge. Beberapa Meurah, kata Salman, King atau Putra Mahkota, bukan anak sulung atau bungsu, siapa yang berbuah menimbulkan kemampuan pengetahuan, keimanan dan fisik.

“Siapa yang bertuah dari sekian anaknya maka dia diamanahi tahta. Karena bukan saja dari keturunan raja. Jadi sistemnya bukan hirarki,” kata Salman.

Kehadiran Ibnu Batutah sebagai penjelajah pada abad 12 juga menjadi referensi kuat bahwa Islam telah kuat di masa itu.

"Catatan ibnu Batutah dalam tulisan bukunya Ar Risalah, dia mengaku disambut dengan pasukan gajah dan pasukan berkuda. Dan orangnya sudah Islam. Saya ditempatkan di sebuah tempat, dan diiringi syair-syair,” ujar Salman.

Sementara itu, pemateri terakhir adalah Iwan Setiawan dengan materi pendekatan kebudayaan secara milenial.

Iwan berharap, melalui FGD tersebut generasi milenial dapat mengenal dan mengetahui ketokohan dan sejarah kerajaan-kerajaan Linge melalui pementasan yang akan digarap pada April mendatang.

“Ketika ini kita diketahui, generasi sekarang tutup mata akan sejarahnya. Kita selalu berbicara sejarah, namun tidak mendekatkan sejarah kepada generasi hari ini,” kata Iwan.

Iwan juga berharap agar Dana Otsus juga dapat digunakan untuk kepentingan-kepentingan sejarah seperti kegiatan pementasan untuk menyuguhkan sejarah kepada regenerasi.

Menurutnya, banyak Otsus Aceh digunakan untuk hal-hal yang tidak berdampak pada sejarah-sejarah Aceh di masa lalu, termasuk sejarah Reje Linge di Gayo.

Ia berharap, adanya dana untuk pementasan sejarah yang berdampak banyak bagi generasi muda saat ini.

Iwan memberikan gambaran seperti pembuatan film Cut Nyak Dhien pada 1990, menghabiskan anggaran mencapai 1 miliar rupiah.

“Namun banyak manfaat yang diketahui generasi muda akan kehadiran film ini,” jelasnya.[HSP]

Komentar

Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.
Loading...