Melihat Pulau Rubiah Era Belanda

Author

Waktu Baca 9 Menit

Melihat Pulau Rubiah Era BelandaFoto: atourin.com
Pulau Rubiah dari udara.

Nol Kilometer merupakan salah satu destinasi yang wajib dikunjungi di Pulau Sabang, Aceh. Pun demikian, rugi rasanya jika mengunjungi destinasi ini namun tidak singgah di wisata lainnya seperti Pulau Rubiah.

Pulau Rubiah sebuah pulau kecil yang terletak di dekat pantai barat laut Pulau Weh, Kota Sabang, Aceh, Indonesia. 

Melansir dari berbagai sumber, nama Pulau Rubiah diambil dari nama seorang pemuka agama di Sabang, yaitu Ummi Sarah Rubiah. Dalam literatur lain menyebutkan dengan nama Cut Nyak Rubiah dan Siti Rubiah.

Siti Rubiah merupakan istri ulama Aceh Tengku Ibrahim yang kemudian dikenal dengan Tengku Iboih (sebuah nama Desa Iboih di Sabang) yang menurut keterangan masyrakat ia hidup pada masa Pemerintahan Sulthanah Ratu Syafiatuddin. 

Kala itu keduanya saling bertengkar lantaran karena memperdebatkan hukum fikih yaitu air liur anjing yang dalam Islam (mazhab Imam Syafii) dinilai najis.

Sementara Siti Rubiah mempertahankan pendapatnya bahwa anjing yang diperdebatkan hanya bertujuan untuk mengusir binatang buas dari lingkungan kehidupannya. 

Lantas karena saling mempertahankan pendapat, akhirnya diambil suatu keputusan dalam musyawarah bahwa Tengku Iboih memberikan hak atas harta dan tanah pada dirinya dan juga kepada Siti Rubiah.

Dari itu Siti Rubiah diberikan sedikit tanah disamping Pulau Iboih dan menetap di pulau ini hingga akhir hayatnya (1732-1779 M) yang kemudian dikenal dengan Pulau Rubiah. 

Sementara Pulau Onrust untuk Tengku Iboih. Berdasar dari kisah ini memberikan nilai historis dan emosional mendalam kepada pulau tersebut dan menamainya dengan Pulau Rubiah.

Pulau Karantina Era Belanda

Selain sejarah dan legenda penamaan dari Pulau Rubiah ini, ternyata tersimpan juga sejarah-sejarah lain yang terjadi pada masa pemerintahan kolonial Belanda.

Era kolonial Belanda, Pulau Rubiah dimanfaatkan sebagai tempat karantina bagi jemaah haji dari berbagai wilayah di Sumatera dan wilayah sekitarnya sebelum mereka benar-benar diberangkatkan ke Tanah Suci, Mekkah Al Mukarramah.

Sedangkan Pulau Onrust merupakan tempat karantina jamaah haji dari Pulau Jawa. Mereka memanfaatkan pulau Rubiah ini untuk memastikan kesehatan para jamaah haji sebelum mereka melanjutkan perjalanan panjang mereka ke Tanah Suci menggunakan kapal.  

Pusat karantina haji di Pulau Rubiah dibangun pada masa pemerintahan Hindia Belanda sekitar tahun 1920. Gedung tersebut merupakan bangunan termewah saat itu dengan kelengkapan fasilitas yang dimiliki seperti penginapan, laundry, rumah sakit, kamar mandi, dan listrik.

Gedung tersebut menjadi tempat transit untuk jamaah yang akan berangkat dan tiba dari Arab Saudi melalui jalur laut. 

Melansir dari portal Kementerian Agama, Belanda membangun tempat karatina untuk kepentingan ekonomi dan politik. Gedung karantina dibangun guna menarik simpati masyarakat Aceh.

Dulu belum ada vaksin. Orang yang pulang dari luar negeri dianggap membawa penyakit. Sehingga, mereka wajib dikarantina sampai statusnya bebas dari wabah penyakit. 

Waktu karantina yang ditetapkan sekitar 40 hari, baik sebelum ataupun setelah pulang dari ibadah haji. Jamaah yang telah dinyatakan bebas penyakit baru boleh pulang.

Pada tahun 1944, terjadi pertempuran antara Belanda dan Jepang, sehingga beberapa bangunan pusat karantina haji hancur dihantam peluru Belanda. Peluru tentara Belanda memberondong tentara Jepang yang bersembunyi dibalik bangunan tersebut. 

Sejak saat itu Pulau Rubiah tidak lagi menjadi pusat karantina haji, akan tetapi Kota Sabang masih menjadi jalur pemberangkatan haji sampai tahun 1970-an, melalui Kampung Haji.

Selama periode karantina, para jemaah haji menjalani pemeriksaan kesehatan dan harus tinggal di pulau ini selama beberapa waktu untuk memastikan bahwa mereka tidak membawa penyakit menular. Ini adalah langkah penting untuk mencegah penyebaran penyakit selama perjalanan laut yang panjang. 

Menguatkan hal itu, terdapat sisa-sisa bangunan dan struktur karantina jemaah haji yang masih dapat ditemukan di Pulau Rubiah, Sabang, sehingga memberikan gambaran tentang penggunaan pulau ini di masa lalu antara jemaah haji dengan pemerintah Belanda.

Pemerintahan Jepang

Literatur lain menyebutkan bahwa selama Perang Dunia II, Pulau Rubiah dan wilayah sekitarnya juga dipengaruhi oleh aktivitas militer.

Pasukan Jepang menduduki Indonesia, termasuk Sabang, dan menggunakan wilayah tersebut sebagai pangkalan strategis karena lokasinya yang strategis di Selat Malaka.

Beberapa peninggalan dari masa perang, seperti bunker dan struktur pertahanan, masih dapat ditemukan di sekitar Pulau Weh dan Sabang, termasuk di dekat Pulau Rubiah.

Itulah kilas balik mengenai sejarah dari Pulau Rubiah, Kota Sabang yang ternyata memiliki arti penting dalam perjalanan sejarah Aceh dan Indonesia di masa lalu.

Kini Pulau Rubiah menjadi salah satu destinasi epik yang banyak dikunjungi pelancong jika berada di pulau ujung Aceh itu.

Hadirnya pulau Rubiah menawarkan keindahan bawah lautnya serta menjadikannya surga bagi pecinta snorkeling dan diving. Terumbu karang di sekitar pulau ini sangat beragam dan kaya akan kehidupan laut, termasuk berbagai jenis ikan tropis, karang berwarna-warni, dan biota laut lainnya.

Beberapa spot diving yang populer di sekitar Pulau Rubiah termasuk Rubiah Sea Garden dan beberapa titik penyelaman di sepanjang garis pantai.

Selain itu, pelancong juga mendapatkan keindahan pantai yang bersih dan air laut yang jernih, ideal untuk berenang atau sekadar bersantai menikmati pemandangan laut.

Pulau Rubiah juga cocok untuk ekowisata. Pengunjung dapat menjelajahi hutan kecil di pulau ini, yang merupakan habitat bagi beberapa spesies burung dan satwa lainnya.

Sebelumnya, untuk mencapai Pulau Rubiah, wisatawan terlebih dahulu menuju Kota Sabang. Jika dari Banda Aceh, perjalanan ke Sabang bisa dilakukan dengan naik kapal feri atau kapal cepat dari pelabuhan Ulee-Lee Banda Aceh ke Pelabuhan Balohan di Pulau Weh.

Selanjutnya, dari Pelabuhan Balohan, pelancong dapat melanjutkan perjalanan dengan mobil atau sepeda motor menuju Pantai Iboih.

Dari Iboih, perjalanan ke Pulau Rubiah dapat dilakukan dengan perahu nelayan atau perahu sewaan yang disediakan oleh pengurus destinasi wisata tersebut. Selamat berwisata![]

Editor:
Sumber:Berbagai sumber

Komentar

Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.
Loading...