Memahami Kekuasaan Dinasti: Upaya Menggenggam Kekuasaan Secara Abadi

Waktu Baca 9 Menit

Memahami Kekuasaan Dinasti: Upaya Menggenggam Kekuasaan Secara Abadi
Mahasiswi Semester 3, Prodi Ilmu Politik, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, UIN Ar-Raniry Banda Aceh. (Foto: Dok. Pribadi Mahasiswi).

Oleh: Istiqamah, Nazira Husna, Ulya Mustanirah, Afifatul Ulya, Izni Fazira, Rilfa Mafianti

Dinasti adalah serangkaian pemegang kekuasaan pemerintahan yang semuanya diteruskan berasal dari satu keluarga. Di dalamnya terjadi kekuasaan pada tiga lapisan keluarga yaitu pertama, anak dan istri, kedua menantu dan ipar, ketiga sepupu dan keluarga dekat. Jadi, dinasti merupakan suatu garis keturunan yang memegang kekuasaan secara berkelanjutan. 

Politik identitas merupakan alat politik yang menggunakan identitas yang di dalamnya berupa suku, ras, budaya, agama dan lainnya untuk mencapai tujuan. Dinasti politik mungkin menggunakan identitas sebagai alat untuk mempertahankan atau memperkuat kekuasaan mereka. Misalnya, suatu dinasti dapat memanfaatkan identitas etnis, agama, atau kelompok tertentu untuk memperoleh dukungan politik. Sebaliknya, politik identitas dapat dipengaruhi oleh dinasti politik yang mendominasi dan memengaruhi kebijakan yang berhubungan dengan identitas kelompok tertentu.

Melansir dari laman resmi Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia (mkri.id), Politik dinasti dapat diartikan sebagai sebuah kekuasaan politik yang dijalankan oleh sekelompok orang yang masih terkait dalam hubungan keluarga. Artinya, Politik Dinasti lebih indentik dengan kerajaan, sebab kekuasaan akan diwariskan secara turun-temurun dari ayah kepada anak agar kekuasaan akan tetap berada di lingkaran keluarga. Apa yang terjadi seandainya Negara Atau Daeah Menggunakan Politik Dinasti?

Menurut Dosen Ilmu Politik FISIPOL UGM, A.G.N. Ari Dwipayana, tren politik kekerabatan itu sebagai gejala neopatrimonialistik. Benihnya sudah lama berakar secara tradisional. Yakni berupa sistem patrimonial, yang mengutamakan regenerasi politik berdasarkan ikatan genealogis, ketimbang merit system, dalam menimbang prestasi.

Namun apakah wajar apabila pemerintahan dalam suatu negara, kekuasaan dan jabatan diteruskan kepada anak atau kerabat dekatnya? Di Indonesia dengan bentuk negara republik yang demokratis, sepertinya sedang terjadi praktek penerusan kekuasaan kepada orang-orang terdekat. Dikutip dari majalah Tempo Sulthoni (2023) “Dinasti Politik Jokowi Menghancurkan Demokrasi”, setelah gagal mendapatkan dukungan publik dan partai politik untuk memperpanjang masa jabatan presiden, Jokowi memakai cara yang sepintas demokratis untuk tetap berkuasa. Di banyak negara politik dinasti memang tidak dilarang. Tapi ia merusak demokrasi karena menodai fairness dalam sistem pemilihan.

Dinasti politik merupakan suatu fenomena ketika keluarga tertentu secara berulang kali mendominasi posisi politik di dalam pemerintahan atau lembaga legislatif selama beberapa generasi. Dinasti politik dapat merusak demokrasi dan mengganggu keefektifan jalannya pemerintahan. Contohnya seperti kekuasaan politik yang dijalankan oleh sekelompok orang yang masih terkait dalam hubungan keluarga, seperti seorang ayah yang mewarisi kekuasaan kepada anaknya.

Beberapa pengamat beranggapan bahwa, dinasti politik membuat sebuah pemerintahan tidak berjalan secara efektif, adil, inklusif dan jujur. Sebab, cara kerja dinasti politik hanya memberikan kekuasaan kepada saudara dan kerabatnya saja. Di Indonesia banyak yang beranggapan fenomena saat ini mengenai kekuasaan pemerintahan sepertinya sedang terjadi politik dinasti. Dikarenakan putra, menantu dan adik ipar kepala pemerintahan Indonesia banyak yang menjabat di ranah poltik.

Zulfan Lindan seorang politisi dan juga anggota DPR RI fraksi Partai Nasdem dalam acara podcast "Total Politik" beranggapan bahwa, di negara demokrasi tiap orang yang ingin memegang suatu jabatan harus melalui pemilihan, sehingga tidak ada pewarisan jabatan melalui ikatan darah. Yang dapat disimpulkan bahwa negara yang menganut demokrasi, seharusnya tidak ada yang namanya politik dinasti kecuali kalau penetapan itu lewat penunjukan langsung yang berarti tidak melalui pemilihan.

Kekuasaan dinasti dapat dilihat sebagai ancaman terhadap demokrasi karena cenderung mengkonsolidasikan kekuasaan dalam keluarga atau kelompok kecil, sehingga melemahkan prinsip-prinsip demokrasi seperti pluralisme dan persaingan politik yang adil.

Dinasti yang memegang kekuasaan politik dapat menghambat siklus kekuasaan yang sehat, membatasi keterwakilan yang adil, dan menciptakan kesenjangan dalam partisipasi politik. Pengendalian pemerintahan dinasti penting dilakukan agar tidak menggantikan prinsip-prinsip demokrasi seperti perlunya transparansi, akuntabilitas, dan keadilan dalam pemilu. Konsentrasi kekuasaan yang berlebihan dalam satu keluarga dapat melemahkan prinsip-prinsip dasar demokrasi yang menekankan keterwakilan yang beragam dan inklusif.

Akibat dari politik dinasti ini maka banyak pemimpin lokal menjadi politisi yang mempunyai pengaruh. Sehingga semua keluarga termasuk anak dan istri berbondong-bondong untuk dapat terlibat dalam sistem pemerintahan, sulitnya mewujudkan cita-cita demokrasi karena tidak terciptanya pemerintahan yang baik dan bersih (clean and good governance), politik dinasti juga mempersempit partisipasi politik masyarakat yang ingin masuk dalam pemerintahan.

Politik dinasti juga dapat merugikan tatanan sosial dan politik, yaitu ketimpangan politik, dinasti dapat menciptakan ketimpangan dalam akses dan partisipasi politik. Masyarakat mungkin akan kesulitan bersaing dengan kelompok yang memiliki kekuatan politik kuat.

Korupsi, dominasi politik oleh satu keluarga dapat meningkatkan risiko korupsi, karena kurangnya persaingan dapat mengurangi tekanan untuk menjaga akuntabilitas dan transparansi. Ketidakpuasan masyarakat, berlanjutnya politik dinasti dapat menimbulkan ketidakpuasan sosial, terutama jika kepentingan keluarga atau kelompok tertentu diyakini lebih diutamakan daripada kesejahteraan umum.

Kekuasaan dinasti merupakan ancaman bagi demokrasi. Hal ini dikarenakan dinasti politik cenderung untuk terus membangun jejaring kekuasaannya dengan kuat hingga mampu menguasai dan memastikan demokrasi dalam partai politik. Dalam konteks masyarakat juga terdapat upaya menjaga status quo di daerahnya dengan mendorong kalangan keluarga atau orang dekat kepala daerah menggantikan pertahanan.  

Untuk mengatasi ancaman kekuasaan dinasti terhadap demokrasi, diperlukan upaya-upaya berikut, pemahaman masyarakat tentang bahaya dinasti politik, penegakan hukum yang tegas terhadap praktik dinasti politik, pemberdayaan masyarakat agar dapat berpastipasi secara aktif dalam proses pemilihan umum.

Adapun upaya lainnya untuk mencegah atau mengurangi politik dinasti di negara demokrasi seperti Indonesia, masyarakat dapat melakukan berbagai upaya, antara lain meningkatkan kesadaran masyarakat akan risiko politik dinasti dan pentingnya partisipasi politik yang beragam, pemberdayaan masyarakat: mendorong warga negara untuk memilih dalam pemilihan umum, dan kegiatan politik lainnya, transparansi dan akuntabilitas: menuntut dan mendukung transparansi yang lebih besar dalam pemilu dan operasional pemerintahan, serta meminta pertanggungjawaban para pemimpin.[]

*Mahasiswi Semester 3, Prodi Ilmu Politik, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, UIN Ar-Raniry Banda Aceh.

Editor:

Komentar

Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.
Loading...