Pakar Hukum: Persoalan Pilkada Aceh Sudah Jelas dalam UUPA
Pakar hukum dari Universitas Malikussaleh Lhokseumawe, Prof Jamaluddin mengatakan persoalan menyangkut Pilkada Aceh sudah sangat jelas diatur pada Pasal 65 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2006 tentang Pemerintah Aceh (UUPA). Dalam aturan itu, pemilihan kepala daerah (Pilkada) dilaksanakan setiap lima tahun sekali.
"Di pasal tersebut jelas diatur Pilkada lima tahun sekali. Maknanya lima tahun, kalau 2017 awal berarti berakhir 2022. Itu yang harus diyakinkan," kata Jamaluddin, dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) bersama para pakar di DPRA, Rabu (17/2/2021).
Jamaluddin menyebutkan, salah satu upaya meyakinkan Pemerintah Pusat soal pelaksanaan Pilkada 2022, ialah dengan menyamakan persepsi semua komponen yang ada di Aceh.
"Kita komponen yang ada di Aceh harus sama persepsi. Artinya berakhir masa jabatan adalah tahun 2022," sebut Jamaluddin.
"Jadi antara eksekutif dan legislatif itu ibarat suami istri, jadi selalu harus berkomunikasi dengan baik demi untuk kesejahteraan, kemakmuran dan harkat martabat Aceh," tambahnya lagi.
Kemudian, Dekan Fakultas Hukum Unimal itu juga mengatakan KIP Aceh harus berpegang teguh pada argumentasi yang telah ditetapkan. Artinya, harus menjaga dan memegang amanah UUPA. Masalah jadwal, kata Jamaluddin, tidak lagi menjadi persoalan, karena Aceh ada aturan khusus yang mengatur.
"Yang jelas KIP harus punya argumentasi, berpegang teguh bahwa melaksanakan amanah dari UUPA. Masalah mengatur jadwal saya kira bukan persoalan. Kalau muncul lagi aturan yang lain nanti, itu lain lagi persoalan. Yang penting kita sudah menjalankan tugas yang diberikan," jelas Jamaluddin.
Ia juga menegaskan Pemerintah Pusat juga harus menghargai Aceh jika tetap bersikukuh melaksanakan pemilihan secara serentak, dengan cara menjalankannya di tahun 2022. Hal tersebut karena norma yang diatur dalam UUPA juga merupakan konstitusi nasional.
"Ini sekarang mau diseragamkan, kalau mau diseragamkan artinya harus menghormati Aceh, jadi ya tahun 2022 semua. Karena sudah ada normanya di dalam UUPA, yang juga merupakan, konstitusi nasional. Itu harus dihargai dan dihormati," tegasnya.(*)
Komentar